Tarif Impor Baja AS Naik Jadi 50%, Ini Pengaruhnya ke Bursa Asia

thumbnile

Foto: NBC News

Surabaya, 2 Juni 2025 – Ketegangan dagang kembali mencuat setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, resmi mengumumkan kenaikan tarif impor baja menjadi 50%. Kebijakan tersebut akan mulai berlaku pada 4 Juni 2025 dan langsung memantik reaksi dari pasar global, khususnya di kawasan Asia.

Indeks saham di Asia bergerak mixed. Indeks Nikkei 225 Jepang terkoreksi cukup dalam mendekati 1%, sementara Kospi dan Kosdaq di Korea Selatan bergerak stagnan. Kecemasan investor mulai muncul seiring kekhawatiran dampak lanjutan dari langkah proteksionis Amerika Serikat terhadap mitra dagangnya.

Langkah Trump ini dinilai sebagai bagian dari strategi menjelang Pemilu Presiden AS, dengan tujuan menarik simpati kalangan industri domestik. Namun, di mata pasar, kebijakan semacam ini justru berpotensi memperkeruh situasi perdagangan global dan membuka peluang ketegangan dagang baru, khususnya dengan negara-negara Asia.

Apa Dampaknya Bagi Investor Indonesia?

Langkah proteksionis AS bisa menjadi katalis negatif bagi emiten yang mengandalkan ekspor, terutama di sektor manufaktur dan komoditas berbasis logam. Ketidakpastian global ini bisa memicu volatilitas tinggi, khususnya jika negara-negara mitra seperti Tiongkok dan Jepang mulai merespons kebijakan Trump dengan tindakan balasan.

Namun, di sisi lain, sentimen ini juga membuka peluang bagi sektor domestik yang lebih terlindungi dari guncangan eksternal. Emiten dengan basis produksi dan konsumsi lokal, serta sektor yang berorientasi pada kebutuhan dalam negeri seperti consumer goods dan infrastruktur BUMN, bisa lebih tahan terhadap risiko global.

Strategi Investor: Siap-Siap Rotasi Portofolio

Melihat potensi gejolak dari sisi eksternal, investor disarankan mulai memetakan ulang sektor-sektor yang paling terdampak dan berpotensi defensif. Waspadai tekanan jual pada saham-saham berbasis ekspor seperti logam, baja, dan manufaktur berat. Sementara itu, perhatikan peluang di sektor domestik yang resilien terhadap guncangan global.

Source: CNBC